SKP (Sasaran Kerja Pegawai) Sebagai Pengganti DP3 (Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan) PNS
Menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 memberikan pengertian bahwa Pegawai Negeri
adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara
lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai aparatur negara, tentunya pegawai negeri sipil mempunyai tugas yaitu
tugas pemerintahan dan pembangunan. Atas dasar tersebut setiap pegawai negeri
sipil dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat. Untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan
baik maka dibutuhkan pegawai negeri sipil yang profesional, jujur, adil dan
bertanggung jawab.
DP3 PNS
Pegawai negeri sipil
sebagai abdi negara mengemban tanggung jawab yang besar demi kelancaran
pembangunan bangsa. Untuk menghasilkan pegawai yang profesional, jujur, adil
dan bertanggung jawab seperti yang diamanatkan oleh undang-undang diperlukan
adanya pembinaan PNS. Sebagai langkah awal dalam melakukan pembinaan diperlukan
adanya penilaian terhadap kinerja PNS. Penilaian ini nantinya akan digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pembinaan PNS, antara lain dalam hal
mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan,
pendidikan dan pelatihan, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain. Sejauh ini,
untuk menilai kinerja seorang pegawai negeri sipil dibuat dalam bentuk Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
Penilaian pelaksanaan
pekerjaan pegawai negeri sipil merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang pegawai. Penilaian
pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil ini dituangkan dalam bentuk Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil atau yang lebih dikenal
dengan DP3 PNS dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979. Pada kenyataannya, DP3 PNS yang notabene adalah daftar penilaian yang
dalam penilaiannya menggunakan azas tertutup sering dipertanyakan
objektivitasnya, karena penilaiannya yang bersifat rahasia dan si penilai
mempunyai otoritas yang mutlak dalam menilai kinerja seseorang. Dengan
penilaian yang bersifat rahasia tersebut, mungkin saja pegawai yang dinilai
kurang puas terhadap hasil penilaian karena tidak adanya indikator yang
digunakan secara jelas. Untuk kondisi saat ini, ada banyak hal yang membuat DP3
tidak sesuai untuk dilaksanakan dalam menilai kinerja PNS. Salah satunya adalah
DP3 cenderung menilai kinerja PNS hanya dari sudut pandang si penilai bukan
atas dasar prestasi kerja. Lebih lanjut Mamat (Mamat , 2012 : 73) mengatakan
bahwa di dalam melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan metode daftar DP3
ini, kadang-kadang terjadi penyimpangan yang biasanya dilakukan oleh penilai
seperti :
1.
The hallo effect merupakan kesan
sesaat yang dapat menyesalkan dalam memberikan penilaian.
2.
The error of central tendency merupakan
kecenderungan untuk membuat penilaian rata-rata.
3.
The leniency and swictness biases,
terjadi apabila standar penilaiannya sendiri tidak jelas.
4.
Personal prejudice merupakan
ketidaksenangan penilai terhadap seseorang yang dapat mempengaruhi penilaian.
Secara garis besar, DP3
tidak dapat digunakan dalam menilai dan mengukur seberapa besar produktivitas
dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Hal ini disebabkan penilaian prestasi
kerja pegawai dengan menggunakan metode DP3 tidak didasarkan pada target
tertentu. Karena pengukuran dan penilaian prestasi kerja tidak didasarkan
pada suatu target tertentu, maka proses penilaian cenderung bersifat subyektif.
Dalam hal atasan langsung pun sebagai pejabat penilai, ia hanya sekedar menilai
dan belum tentu memberi klarifikasi dari hasil penilaian serta tindak lanjut
penilaian terhadap pegawai yang dinilai.
SKP
Melihat banyaknya
kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem penilaian PNS dalam bentuk DP3
tersebut, sekaligus sebagai pengejawantahan pasal 12 dan pasal 20 UU Nomor 43
Tahun 1999, maka pemerintah mencoba membuat cara baru dalam menilai prestasi
kerja PNS yaitu dengan menggunakan pendekatan metode Penilaian Prestasi Kerja.
Pasal 20 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian mengamanatkan
bahwa tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah untuk lebih menjamin
objektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan
pangkat. Pemerintah sendiri, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia sudah
mengeluarkan aturan mengenai Sasaran Kerja Pegawai yaitu Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi
Kerja Pegawai Negeri Sipil.Penilaian prestasi kerja PNS merupakan suatu proses
penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap
sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja PNS (Pasal 1 ayat 2 PP No. 46 Tahun
2011). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja PNS , yang dapat memberi
petunjuk bagi manajemen dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan kinerja
organisasi secara keseluruhan. Penilaian prestasi kerja PNS menggabungkan
antara penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan Penilaian Perilaku
Kerja. Penilaian prestasi kerja tersebut terdiri dari dua unsur yaitu SKP
(sasaran kerja pegawai) dan Perilaku Kerja dengan bobot penilaian masing-masing
unsur SKP sebesar 60 % dan Perilaku Kerja sebesar 40 %. Hasil penilaian
prestasi kerja PNS dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan.
Secara umum, penilaian
prestasi kerja PNS dibagi dalam 2 (dua) unsur yaitu :
1.
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan
rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS dan dilakukan
berdasarkan kurun waktu tertentu. Sasaran kerja pegawai meliputi unsur :
Ï Kuantitas merupakan
ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
Ï Kualitas merupakanukuran
mutu setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
Ï Waktu merupakan
ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
Ï Biaya merupakan
besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil kerja oleh seorang pegawai.
2.
Perilaku kerja merupakan setiap
tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi :
Ï Orientasi
pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan
pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan
sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi lain.
Ï Integritas merupakan
kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika
dalam organisasi.
Ï Komitmen merupakan
kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan
tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan
dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan.
Ï Disiplin merupakan
kesanggupan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi.
Ï Kerja
sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan
rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain
dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya.
Ï Kepemimpinan merupakan
kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang
lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi.
Disamping melakukan
Kegiatan Tugas Jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi pokoknya, apabila
seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatannya, maka dapat
dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. Tugas tambahan pada dasarnya merupakan
kegiatan pendukung tugas pokok yang dibebankan kepada pegawai untuk
dilaksanakan. Seorang PNS yang melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh
pimpinan/ pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas pokok jabatannya, maka
hasilnya dapat dinilai sebagai bagian dari SKP (sasaran kerja pegawai). Dalam
Penjelasan PP Nomor 46 Tahun 2011 Pasal (10) yang dimaksud dengan tugas
tambahan adalah tugas lain atau tugas-tugas yang ada hubungannya dengan tugas
jabatan yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang telah
ditetapkan. Selain tugas tambahan, PNS yang telah menunjukkan kreatifitas
yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan,
hasilnya juga dapat dinilai sebagai bagian dari capaian SKP (sasaran kerja
pegawai). Pengertian kreativitas di sini maksudnya adalah kemampuan individu
atau organisasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan mempunyai nilai manfaat
bagi keberlangsungan organisasi.
Penutup
Secara umum, penilaian
dengan menggunakan metode SKP jika dilihat dari sistem penilaiannya akan lebih
efektif dibandingdengan metode DP3. Target yang akan dicapai secara jelas
menggambarkan betapa SKP merupakan penilaian yang benar-benar didasarkan pada
prestasi / kemampuan individu untuk mencapai tujuan organisasi sesuai
kompetensi yang dimilikinya. Persoalannya adalah sudahkahsetiap instansi
pemerintah mensosialisasikan yang namanya SKP tersebut? Kiranya hal itu menjadi
pertanyaan yang harus digaris bawahi supaya ketika saat diimplementasikan pada
awal Tahun 2014 mendatang setiap PNS sudah mengerti dan tidak merasa asing
terhadap apa yang disebut dengan SKP.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rahmat, Mamat.
2011. Sasaran Kinerja Pegawai. Jakarta : Pusdiklat Kepegawaian BKN.
Mamat. 2006. Penilaian
Pelaksana Pekerjaan PNS. Jakarta : Pusdiklat Kepegawaian BKN.
Peraturan
Perundang-undangan
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar