Nasehat Imam Syafi’i
6 Bekal
bagi Penuntut Ilmu
Teringat
nasehat yang indah ketika mendengarkan kajian Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawwas tentang masalah Ilmu, Amal, Dakwah dan Istiqomah. Di bab Ilmu beliau
menyampaikan tentang keutamaan ilmu (ilmu dien tentunya), bagaimana
mendapatkannya, dan sebuah nasehat dari ulama besar Islam “Imam Syafi’I kepada
para penuntut ilmu. Aku jadikan “LIKE” nasehat ini, supaya aku selalu
termotivasi dalam menuntut ilmu. Yaitu enam bekal yang harus dimiliki para
penuntut ilmu agama, agar dapat meraih kesuksesan dalam menuntut ilmu. Beliau
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ
سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ
وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
“Wahai saudaraku… ilmu tidak akan
diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya:
(1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5)
bersahabat (belajar) dengan ustadz, (6) membutuhkan waktu yang lama.”
Adapun penjelasannya saya rangkum dari
buku “Bekal bagi Penuntut Ilmu” karya Abdullah bin Shalfiq Adh-Dhafiri
terbitan Maktabah Al Ghuroba dan Perjalanan Ulama Menuntut Ilmu karya
Abu Anas Majid Al Bankani terbitan Darul Falah.
1.
Kecerdasan . Kecerdasan yang ada pada diri seseorang
terkadang memang sudah sebagai perangai yang Allah berikan kepadanya.
Sebagaimana kecerdasan yang dikaruniakan Allah kepada Ibnu Abbas. Terkadang
kecerdasan ada karena memang harus diusahakan. Bagi orang yang sudah memiliki
kecerdasan maka tinggal menguatkannya, namun apabila belum punya hendaknya ia
melatih jiwanya untuk berusaha mendapatkan kecerdasan tersebut. Kecerdasan
adalah sebab di antara sebab-sebab yang paling kuat membantu seseorang
menggapai ilmu, memahami dan menghafalnya. Memilah-milah permasalahn, men-jama’
(menggabungkan) dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dan yang selain dar
i hal itu
2.
Semangat untuk
mendapatkan Ilmu. Allah Azza
wa jalla berfirman:
إِنَّاللّهَ مَعَالَّذِينَاتَّقَواْوَّالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (An Nahl: 128)
Seseorang apabila
mengetahui nilai pentingnya sesuatu pasti ia akan berusaha dengan semangat
untuk mendapatkannya. Sedangkan ilmu adalah sesuatu yang paling berharga yang
dicari oleh setiap orang. Penuntut ilmu hendaknya memiliki semangat membaja
untuk menghafal dan memahami ilmu , duduk bermajelis dengan para ulama dan
mengambil ilmu langsung dari mereka, memperbanyak membaca, menggunakan umur dan
waktunya semaksimal mungkin serta menjadi orang yang paling pelit
menyia-nyiakan waktunya.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu adalah
salah satu contoh shahabat yang bersemangat sekali dalam menuntut Ilmu. Di kala
saudara-saudaranya di kalangan Muhajjirin sibuk berdagang di pasar dan
saudara-saudara dari kalangan Anshar sibuk bekerja, Abu Hurairah telah kenyang
dengan ilmubersama Rasulullah Shalallahu alahi wasallam dan
hadir saat-saat saudara-saudara mereka tidak hadir serta menghafal apa yang
tidak mereka hafal.
3.
Bersungguh-sungguh
dalam menuntut Ilmu. Menjauhi
segala bentuk kemalasan dan kelemahan serta berjihad melawan hawa nafsu dan
setan itu senantiasa merintangi dan melemahkan semangat dalam menuntut ilmu.
Diantara sebab-sebab yang membantu seseorang untuk giat, tekun,
bersungguh-sungguh adalah membaca biografi kehidupan para ulama, bagaimana
kesabaran dan ketahanan mereka menanggung penderitaan serta kisah mereka dalam
rihlah (mengembara) dari satu negeri ke negeri lain dalam rangka mencari ilmu
dan hadist.
Diriwayatkan dari
Fadhal bin Ziad, dia berkata, “Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata,
“Tidak seorangpun pada zaman Ibnul Mubarak yang lebih gigih dalam menuntut ilmu
selain dirinya. Dia pergi ke Yaman, Mesir, Syam, Basrah dan Kuffah. Dia adalah
termasuk orang yang meriwayatkan ilmu dan pantas untuk itu. Dia belajar dari
yang tua maupun yang muda.
4.
Memiliki Bekal
yang cukup. Para ulama jaman dahulu rela mengorbankan harta bendanya untuk
melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu. Abu Hatim yang menjual bajunya untuk
dapat menuntut Ilmu, Imam Malik bin Anas menjual kayu atap rumahnya untuk bisa
menuntut ilmu, bahkan Al Hamadzan Al Atthar, seorang syaikh dari Hamadzan
menjual seluruh warisannya untuk biaya menuntut ilmu. Penunutut ilmu
mencurahkan segala kemampuan baik materi atau apapun yang ia miliki hingga ia
menggapai cita-citanya hingga ia mumpuni dalam bidang keilmuan dan kekuatannya:
baik hafalan, pemahaman maupun kaidah dasarnya.
5.
Memiliki Guru
Pembimbing. Ilmu itu diambil dari
lisan para ulama. Seorang penuntut ilmu agar kokoh dalam menuntut ilmu
hendaknya ia membangunnya di atas dasar-dasar yang benar, hendaknya ia
bermajelis dengan para ulama, mengambil ilmu langsung dari lisan mereka.
Sehingga ia menuntut ilmu di atas kaidah-kaidah yang benar, mampu mengucapkan
dalil-dalil dari nash Al Qur’an dan Al Hadist dengan pelafadzan yang shahih
tanpa ada kesalahan dan kekeliruan dan dapat memahami ilmu dengan pemahaman
yang benar sesuai yang diinginkan (oleh Allah dan Rasulnya). Terlebih lagi
dengan hal itu kita bisa mendapatkan faedah dari seseorang yang ‘alim berupa
adab, akhlaq dan sikap wara’.
Hendaknya bagi penuntut
ilmu untuk menjauhi, jangan sampai menjadikan kitab-kitab sebagai gurunya.
Karena barang siapa menjadikan kitab-kitab sebagai gurunya niscaya akan banyak
kekeliruan dan sedikit kebenaran. Dan terus-menerus hal ini berlangsung sampai
zaman kita sekarang ini. Tidaklah kita jumpai seorang yang menonjol dalam
bidang keilmuan melainkan pasti ia berada dibawah bimbingan tangan dan didikan
orang ‘alim.
Perjalanan ulama dalam
menuntut ilmu tak hanya dengan satu atau dua orang guru saja. Bahkan ada yang
sampai ribuan, seperti Al Hafizh As Sam’ani yang belajar kepada 7000 Syaikh.
6.
Masa yang
Panjang. Seorang penuntut ilmu
jangan sampai menyangka bahwa menuntut ilmu itu cukup hanya dengan sehari atau
dua hari, setahun atau dua tahun. Karena sesungguhnya menuntut ilmu membutuhkan
kesabaran bertahun-tahun.
Al Qadhi Iyadh suatu
ketika pernah ditanya ”Samapi kapan seseorang harus menuntut ilmu?”. Beliau
menjawab: “ Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang
kubur.
Al Imam Ahmad
mengatakan: “Aku duduk belajar Kitabu Haid selama Sembilan tahun, samapi aku
benar-benar memahaminya.” Terus menerus para penuntut ilmu yang cerdik
bermajelis dengan para ulama, ada di antara mereka yang selama sepuluh tahun,
dua puluh tahun, bahkan ada diantara mereka yang menghabiskan umurnya menuntut
ilmu bersama para ulama sampai Allah ta’ala memwafatkannya.
Nasehat yang indah dari seorang Imam
besar kepada para penuntut ilmu.Dan hanya memohon kepada Allah ta’ala semoga
member taufik dan hidayah kepada kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat
dan beramal shalih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar