AQIDAH
YG BENAR Ahlussunah waljamaah
Bagaimana
cara mengenal ALLAH SWT
KISAH RAJA Muzaffar Shah DALAM MENGENAL ALLAH
Raja Muzaffar : "Bunda ... dimana ALLAH dan bisakah
Ananda melihatNya?"
Bunda : "Oh ... ALLAH itu di Arasy wahai Ananda
dan Ananda tidak bisa melihatNya karena ALLAH berada sangat jauh diatas 7
petala langit. Sedangkan langit kedua pun manusia tidak nampak bagaimana hal
keadaannya lantas bagaimana mungkin Ananda akan bisa melihat ALLAH yang berada
di Arasy yang berada lebih atas dan jauh dari 7 petala langit? "
Raja Muzaffar : "Oh
begitu ... bagaimana dengan dalilnya Bunda?"
Dalilnya begini ... "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia beristiwa (menguasai) atas Arasy untuk mengatur segala urusan, dari Surah Yunus ayat ke 3."
Dalilnya begini ... "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia beristiwa (menguasai) atas Arasy untuk mengatur segala urusan, dari Surah Yunus ayat ke 3."
Maka giranglah hati
Raja Muzaffar karena telah mendapat jawaban dari persoalan yang selama ini
selalu periksa difikirannya.
Waktu pun berlalu ... hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, jadi telah remajalah Raja Muzaffar.
Waktu pun berlalu ... hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, jadi telah remajalah Raja Muzaffar.
Pada Suatu hari
Raja Muzaffar diperintahkan ayahandanya supaya belajar ilmu-ilmu agama dari
Syeikh Abdullah selaku Mufti di Negeri ayahandanya itu. Maka tidak sabar lagi
Raja Muzaffar mau berguru dengan Syeikh Abdullah sementara pelajaran agama
adalah yang paling diminatinya.
Suatu
hari sambil duduk-duduk santai dengan Syeikh Abdullah tiba-tiba Raja Muzaffar
ditanyai oleh Syeikh Abdullah dengan dua persoalan yang tidak asing baginya.
Syeikh Abdullah : "Wahai
Anakanda Pangeran Raja ... dimana ALLAH dan bisakah Anakanda Pangeran Raja
melihatNya?"
Raja Muzaffar : Sambil
tersenyum Raja Muzaffar menjawab sebagaimana yang telah diajarkan bundanya dahulu.
"ALLAH itu di Arasy wahai Syeikh Guru dan saya tidak bisa melihatNya
karena ALLAH berada nun jauh diatas 7 petalalangit."
Syeikh Abdullah : Tersenyum
kecil Syeikh Abdullah mendengar jawaban muridnya itu dan sejenak setelah
menghela nafasnya Syeikh Abdullah lalu berkata ....
"Begini Anakanda Pangeran Raja, ALLAH itu bukan makhluk seperti kita lantaran itu ALLAH tidak seperti kita. Apa saja hukum yang terjadi pada makhluk tidak terjadi seperti itu atas ALLAH. Jadi ALLAH tidak bertempat karena bertempat itu hukum bagi makhluk. "
"Begini Anakanda Pangeran Raja, ALLAH itu bukan makhluk seperti kita lantaran itu ALLAH tidak seperti kita. Apa saja hukum yang terjadi pada makhluk tidak terjadi seperti itu atas ALLAH. Jadi ALLAH tidak bertempat karena bertempat itu hukum bagi makhluk. "
Raja Muzaffar : "Lantas
dimana ALLAH itu wahai Syeikh Guru?"
Syeikh Abdullah : "Naak,
ALLAH itu tidak bertempat karena Dia bersifat qiammuhu binafsihi yang berarti
ALLAH tidak berhajat pada sesuatu zat lain untuk ditempati. Jika kita
mengatakan ALLAH berhajat pada sesuatu zat lain untuk ditempati maka ketika itu
kita telah menyerupakan Allah dengan keadaan makhluk. Ketahuilah, Allah tidak
serupa dengan makhluk berdasarkan kepada dalil dari Surah Asy-Syura ayat ke 11
yang artinya:
"Dia tidak menyerupai segala sesuatu."
"Dia tidak menyerupai segala sesuatu."
ALLAH tidak berdiam di Arasy karena Arasy itu adalah
makhluk (ciptaan) Allah juga. Bagaimana mungkin makhluk dapat menanggung Zat
ALLAH sedang bukit dihadapan Nabi Musa pun hancur karena tidak dapat menanggung
pentajalian ALLAH. "
Raja Muzaffar mengangguk-anggukkan kepalanya tanda
mengerti.
Kemudian Syeikh Abdullah menambahkan. "Berkenaan tentang Anakanda Pangeran Raja tidak bisa melihat ALLAH itu adalah benar namun bukanlah karena ALLAH itu jauh maka Anakanda Pangeran Raja tidak bisa melihatNya."
Kemudian Syeikh Abdullah menambahkan. "Berkenaan tentang Anakanda Pangeran Raja tidak bisa melihat ALLAH itu adalah benar namun bukanlah karena ALLAH itu jauh maka Anakanda Pangeran Raja tidak bisa melihatNya."
Raja Muzaffar : "Jika
bukan begitu lantas bagaimana Syeikh Guru?" (Tanya Raja Muzaffar beria-ia
ingin tahu).
Syeikh Abdullah : "Sebenarnya
kita tidak dapat melihat ALLAH bukanlah karena asbab jarak tetapi karena
keterbatasan kemampuan penglihatan mata manusia yang tidak mampu melihat
Zat-Nya. Ini bersesuai dengan firman ALLAH yang berarti:
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ... dari Surah Al-An'am ayat103.
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ... dari Surah Al-An'am ayat103.
"Terdiam Raja Muzaffar mendengar argumen Gurunya itu. Barulah ia sadar bahwa apa yang menjadi pegangannya selama hari ini adalah salah. Pegangan yang mengatakan bahwa ALLAH itu di Arasy dan ALLAH tidak dapat dilihat karena asbab jarak adalah satu kesalahan.
Uraian dari Gurunya melalui ilmu Kalam membuat Raja Muzaffar begitu kagum dengan kekuasaan akal yang dapat menguraikan segala sesuatu tentang Tuhan.
Mulai dari hari tu Raja Muzaffar berpegang dengan argumen gurunya bahwa ALLAH itu tidak bertempat dan manusia tidak bisa melihat ALLAH karena keterbatasan kemampuan penglihatanmata manusia.
Akhirnya dengan
berkat ketekunan dan kesungguhan, Raja Muzaffar telah berhasil menguasai
ilmu-ilmu ketuhanan menurut aturan ilmu kalam sebagaimana yang diajarkan oleh
Syeikh Abdullah sampai mahir.
Waktu terus berjalan dan kini Raja Muzaffar telah dewasa. Oleh karena begitu minatnya yang mendalam tentang ilmu-ilmu ketuhanan maka ia meminta izin dari ayahnya untuk menperdalamkan lagi ilmu pengetahuannya dengan belajar dari guru-guru yang berada diluar istana sementelah Syeikh Abdullah telah meninggal dunia.
Ayahandanya memberi izin lalu tanpa basa Raja Muzaffar menemui sahabat-sahabat sealiran Almarhum Syeikh Gurunya untuk melanjutkan.
Raja Muzaffar memiliki sikap yang pandai, tiap hari ketika beliau melalui pekan-pekan kecil untuk sampai ke rumah guru-gurunya, ia akan bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya dengan pertanyaan yang pernah ditanya kepada bundanya yaitu dimana ALLAH dan bisakah manusia melihatNya?
Waktu terus berjalan dan kini Raja Muzaffar telah dewasa. Oleh karena begitu minatnya yang mendalam tentang ilmu-ilmu ketuhanan maka ia meminta izin dari ayahnya untuk menperdalamkan lagi ilmu pengetahuannya dengan belajar dari guru-guru yang berada diluar istana sementelah Syeikh Abdullah telah meninggal dunia.
Ayahandanya memberi izin lalu tanpa basa Raja Muzaffar menemui sahabat-sahabat sealiran Almarhum Syeikh Gurunya untuk melanjutkan.
Raja Muzaffar memiliki sikap yang pandai, tiap hari ketika beliau melalui pekan-pekan kecil untuk sampai ke rumah guru-gurunya, ia akan bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya dengan pertanyaan yang pernah ditanya kepada bundanya yaitu dimana ALLAH dan bisakah manusia melihatNya?
Bagi siapa yang
menjawab pertanyaannya itu sebagaimana yang pernah dijawab oleh bundanya maka
ia akan memperbaiki pemahaman orang itu dengan argumen Almarhum Gurunya Syeikh
Abdullah. Jika orang itu tidak mau tunduk dengan argumennya maka orang itu akan
dipukulnya sebelum diusir dari negerinya itu.
Begitulah Raja
Muzaffar setiap hari sehingga pada suatu hari ia bertemu dengan seorang tua
yang sedang bertungkus-lumus menyediakan air minum untuk diberi minum kepada
orang yang lalu-lalang disebuah pekan tanpa mengambil upah.
Melihat kelakuan
aneh orang tua itu lantas Raja Muzaffar mendekatinya.
Raja Muzaffar : "Hei
orang Tua ... mengapa kamu tidak mengambil upah atas usahamu itu?" (Tanya
Raja Muzaffar tegas).
Orang Tua yang
dari tadi begitu khusyuk membagikan-delegasikan minumannya itu terkejut dengan
pertanyaan Raja Muzaffar lalu meminta Raja Muzaffar memperkenalkan dirinya.
Orang Tua : "Siapakah
Tuan ini?"
Raja Muzaffar : "Saya
adalah Pangeran Raja negeri ini." Jawab Raja Muzaffar tegas.
Orang Tua : "Oh
kalau begitu Tuan ini tentu Raja Muzaffar yang terkenal dengan ketinggian ilmu
ketuhanan itu. Tapi sayang, Tuan hanya tahu ilmu tentang ALLAH tetapi Tuan
sendiri belum mengenal ALLAH. Jika Tuan telah mengenal ALLAH sudah pasti tuan
tidak akan bertanya kepada saya pertanyaan Tuan tadi."
Terkebil-kebil mata
Raja Muzaffar mendengar kata-kata si Tua itu. Hatinya terpesona dengan ungkapan
'mengenal ALLAH' yang diucapkan orang tua itu.
Lantas ia bertanya kepada orang tua itu.
Lantas ia bertanya kepada orang tua itu.
Raja Muzaffar : "Kemudian
apa bedanya antara 'tahu' dengan 'kenal'?"
Orang Tua : Dengan
tenang si Tua itu menjawab ... "Ibarat seseorang yang datang kepada Tuan
lantas menceritakan kepada Tuan tentang karakteristik buah nangka tanpa
menunjukkan zat buah nangka, maka ini mertabat 'tahu' karena ia hanya sekedar
informasi dan orang yang berada pada mertabat ini mungkin akan menyangka bahwa
buah cempedak itu adalah nangka karena karakteristiknya seakan sama.
Orang Tua : Dibandingkan
seseorang yang datang kepada Tuan lantas mengulurkan satu buah nangka, maka ini
mertabat 'kenal' karena zatnya terus dapat ditangkap dengan penglihatan mata
dan orang yang berada pada mertabat ini pasti dapat mengenal mana cempedak dan
mana nangka dengan tepat.
"Raja Muzaffar
mendengarkan dengan seksama uraian si Tua itu. Diam-diam, hatinya membenarkan
apa yang dikatakan si Tua itu.
Kemudian terlintas di hatinya untuk menanyakan pertanyaan yang lazim ditanyanya kepada publik.
Kemudian terlintas di hatinya untuk menanyakan pertanyaan yang lazim ditanyanya kepada publik.
Raja Muzaffar : "Kalau
begitu wahai orang Tua silahkan jawab pertanyaan saya ini, dimana ALLAH dan
bisakah manusia melihatNya?"
Orang Tua : "ALLAH
berada dimana-mana saja dan manusia bisa melihatNya." Jawab si Tua dengan
tenang.
Tercengang Raja Muzaffar mendengar jawaban orang tua itu.
Tercengang Raja Muzaffar mendengar jawaban orang tua itu.
Seketika kemudian
terus saja orang Tua itu dipukulnya hingga jatuh tersungkur. Melihat orang tua
itu tidak mencoba menghindari pukulannya bahkan tidak menunjukkan reaksi takut
maka Raja Muzaffar pun lantas bertanya?.
Raja Muzaffar : "Kenapa kamu tidak mengelak pukulan
saya wahai orang Tua?"
Orang Tua : "Bukankah
tadi sudah hamba bilang ... Tuan ini hanya orang yang tahu tentang ALLAH tetapi
bukan orang yang benar-benar mengenal ALLAH."
Terdiam Raja
Muzaffar mendengar kata-kata si Tua itu. Kemudian ia menenangkan dirinya lantas
bersegera duduk diatas tanah dihadapan orang tua itu.
Raja Muzaffar : "Baiklah
orang Tua ... Silahkan uraikan jawaban kamu tadi sebab saya berpegang bahwa
ALLAH itu tidak bertempat dan manusia tidak bisa melihat ALLAH."
Orang Tua : "ALLAH
itu tidak bertempat ialah menurut pandangan hukum akal saja sedang pada
kenyataannya tidak begitu." Ujar orang tua itu sambil menyeka sudut
bibirnya yang berdarah.
Kemudian beliau bergabung, "Bukankah ALLAH itu wujud Esa?"
Kemudian beliau bergabung, "Bukankah ALLAH itu wujud Esa?"
Raja Muzaffar : "Benar."
Orang Tua : "Jika
ALLAH itu wujud Esa maka sudah barang tentu tidak ada ada sesuatu
bersertaNya."
Raja Muzaffar : "Benar."
Orang Tua : "Lantas
bagaimanakah posisi wujud alam ini jika ALLAH itu diyakini ada tanpa ada selain
zat yang ada bersertaNya dengan pandangan mata hati?"
Raja Muzaffar : (Raja
Muzaffar memejamkan matanya rapat-rapat lantas dikerahkan pandangan mata
hatinya untuk memahami persoalan yang ditanyai orang Tua itu. Tiba-tiba akalnya
dapat menangkap dan memahami hakikat alam ini jika ianya mengacu pada lingkup
keesaan wujud ALLAH.
Lantas ia membuat satu kesimpulan : "Jika dipandang dari sudut esanya wujud ALLAH maka alam ini tidak lain kecuali diriNya sendiri. Tiba-tiba saja kata itu terpacul keluar dari bibirnya. Terkebil-kebil matanya ketika mendengar ucapannya sendiri. Maka lidahnya kelu dan akalnya lumpuh.
Terkejut, tergamam, terkedu.
Lantas ia membuat satu kesimpulan : "Jika dipandang dari sudut esanya wujud ALLAH maka alam ini tidak lain kecuali diriNya sendiri. Tiba-tiba saja kata itu terpacul keluar dari bibirnya. Terkebil-kebil matanya ketika mendengar ucapannya sendiri. Maka lidahnya kelu dan akalnya lumpuh.
Terkejut, tergamam, terkedu.
Orang Tua : "Jadi
kalau begitu ketika Tuan memandang alam ini, siapa yang Tuan pandang pada
hakikatnya?"
Raja Muzaffar : "Pada
hakikatnya Saya memandang ALLAH”
Orang Tua : "Nah
kalau begitu bukankah ALLAH ada berfirman" Dimana saja kamu menghadap,
disitulah wajah Allah "dari Surah Al-Baqarah ayat ke 115 dan dalam Surah
Al-Hadiid ayat ke 3 yang berarti" Dialah yang awal, yang akhir, yang lahir
dan yang batin. "
Orang Tua : "Dan
sekarang dapat atau tidak Tuan melihat ALLAH ketika ini"
Raja Muzaffar : "Ya,
saya menyaksikan dengan ainul basyirah."
(Perlahan-lahan berjujuran air mata dari sudut mata Raja Muzaffar. Dia menahan sebak karena sekarang ia sudah mengerti kenapa orang tua itu tidak mengambil upah atas usahanya dan tidak mengelak ketika dipukul. Semuanya karena yang dipandangnya adalah pentajallian ALLAH.
Dalam hati perlahan-lahan ia berkata, "Memang benar sesungguhnya pada sudut ini, ALLAH berada dimana-mana dan manusia bisa melihat ALLAH.")
(Perlahan-lahan berjujuran air mata dari sudut mata Raja Muzaffar. Dia menahan sebak karena sekarang ia sudah mengerti kenapa orang tua itu tidak mengambil upah atas usahanya dan tidak mengelak ketika dipukul. Semuanya karena yang dipandangnya adalah pentajallian ALLAH.
Dalam hati perlahan-lahan ia berkata, "Memang benar sesungguhnya pada sudut ini, ALLAH berada dimana-mana dan manusia bisa melihat ALLAH.")
Orang Tua : "Makanya
wahai Putera Raja .. inilah yang dinamai sebagai ilmu hakikat."
Semenjak hari
itu, Raja Muzaffar terus mendampingi orang tua itu untuk mempelajari lebih
dalam seluk-beluk ilmu hakikat sampai diangkat beliau oleh gurunya menempati
posisi Syeikh ilmu hakikat.
Demi memahami ilmu-ilmu hakikat yang halus-halus Raja Muzaffar telah menjadi seorang ahli ibadah yang alim-mualim. Dia tidak lagi berpegang dengan paham Almarhum Gurunya yaitu Syeikh Abdullah karena baginya jalan yang bisa membuat seseorang dapat mengenal ALLAH dengan haqqul yaqin adalah dengan ilmu hakikat.
Dia telah mengenyampingkan duduk didalam aturan hukum akal sama sekali dan mulai duduk didalam peraturan musyahadah. Baginya, ilmu kalam yang dituntutnya selama ini adalah semata-mata salah.
Setelah kemangkatan ayahandanya maka Raja Muzaffar ditabalkan menjadi Sultan dinegerinya dan sekarang ia menyandang gelar Sultan Muzaffar Shah pada usia 50 tahun.Beliau memerintah negerinya dengan adil dan saksama namun sikap ganjilnya yang dahulu masih diteruskannya. Dimana saja dia pergi dia tetap akan mengajukan pertanyaannya yang lazim itu.
Jika orang yang ditanya tidak bisa menjawab maka akan diajarkan jawabannya menurut ilmu hakikat dan jika orang itu membangkang akan dihukum bunuh.
Akhirnya prevalensi Sultan Muzaffar Shah ini membuat seluruh rakyat jelatanya menganut paham hakikat. Justru itu rakyat jelata dinegerinya hidup aman dan makmur.
Suatu sore Sultan Muzaffar Shah yang dikenal sebagai Mursyid ilmu hakikat itu berjalan-jalan disebuah padang rumput yang luas dengan ditemani para pembesar istana.
Pandangannya tertarik pada gelagat seorang pemuda pengembala kambing di kisaran usia 30an yang sedang berusaha menghalau seekor serigala yang mencoba memakan kambing gembalaannya.Baginda raja mendatangi pemuda gembala itu. Tampak pemuda itu hanya mengenakan pakaian yang terbuat dari goni dan tidak memiliki sepatu sebagai alas kaki. Rambutnya kering berdebu, bibirnya kering dan badannya kurus.
Demi memahami ilmu-ilmu hakikat yang halus-halus Raja Muzaffar telah menjadi seorang ahli ibadah yang alim-mualim. Dia tidak lagi berpegang dengan paham Almarhum Gurunya yaitu Syeikh Abdullah karena baginya jalan yang bisa membuat seseorang dapat mengenal ALLAH dengan haqqul yaqin adalah dengan ilmu hakikat.
Dia telah mengenyampingkan duduk didalam aturan hukum akal sama sekali dan mulai duduk didalam peraturan musyahadah. Baginya, ilmu kalam yang dituntutnya selama ini adalah semata-mata salah.
Setelah kemangkatan ayahandanya maka Raja Muzaffar ditabalkan menjadi Sultan dinegerinya dan sekarang ia menyandang gelar Sultan Muzaffar Shah pada usia 50 tahun.Beliau memerintah negerinya dengan adil dan saksama namun sikap ganjilnya yang dahulu masih diteruskannya. Dimana saja dia pergi dia tetap akan mengajukan pertanyaannya yang lazim itu.
Jika orang yang ditanya tidak bisa menjawab maka akan diajarkan jawabannya menurut ilmu hakikat dan jika orang itu membangkang akan dihukum bunuh.
Akhirnya prevalensi Sultan Muzaffar Shah ini membuat seluruh rakyat jelatanya menganut paham hakikat. Justru itu rakyat jelata dinegerinya hidup aman dan makmur.
Suatu sore Sultan Muzaffar Shah yang dikenal sebagai Mursyid ilmu hakikat itu berjalan-jalan disebuah padang rumput yang luas dengan ditemani para pembesar istana.
Pandangannya tertarik pada gelagat seorang pemuda pengembala kambing di kisaran usia 30an yang sedang berusaha menghalau seekor serigala yang mencoba memakan kambing gembalaannya.Baginda raja mendatangi pemuda gembala itu. Tampak pemuda itu hanya mengenakan pakaian yang terbuat dari goni dan tidak memiliki sepatu sebagai alas kaki. Rambutnya kering berdebu, bibirnya kering dan badannya kurus.
Raja Muzaffar : "Wahai
pemuda, kenapa kamu menghalau serigala itu dari memakan kambing itu, tidakkah
kamu menyaksikan fakta serigala itu? Maka biarkan saja ALLAH bertindak menurut
kemauannya. "
Mendengar kata-kata Sultan Muzaffar Shah itu
sekonyong-konyong pemuda gembala itu lantas menggenggam pasir lalu
dilemparkannya pasir itu ke muka Sultan Muzaffar Shah. Kemudian pemuda gembala
itu membungkuk lagi untuk kali kedua mengambil segenggam pasir lalu dilemparkan
lagi ke muka Sultan Muzaffar Shah.
Sultan Muzaffar
Shah hanya tercegat saja mungkin terkejut dengan tindakkan pemuda gembala itu.
Pemuda gembala itu terus ingin mengambil segenggam pasir lagi dan melihat itu
seorang pembesar istana yang berada disitu terus memukul pemuda gembala itu
sampai ia jatuh pingsan. Apabila sadar dari pingsan, pemuda gembala itu merasa
tangan dan lehernya telah dipasung dengan Pasungan kayu didalam sebuah penjara.
Tidak lama kemudian datang dua orang pengawal istana dengan kasar merenggut rantai besi yang terikat dibadannya dan dibawa ke suatu tempat yang sangat asing baginya. Tidak lama berjalan akhirnya mereka sampai dihadapan singgasana Sultan Muzaffar Shah.
Tidak lama kemudian datang dua orang pengawal istana dengan kasar merenggut rantai besi yang terikat dibadannya dan dibawa ke suatu tempat yang sangat asing baginya. Tidak lama berjalan akhirnya mereka sampai dihadapan singgasana Sultan Muzaffar Shah.
Raja Muzaffar : "Mengapa
kamu melempari muka Saya dengan pasir?" Tenang saja pertanyaan Sultan
Muzaffar Shah.
Pemuda : "Karena
Tuanku mengatakan bahwa serigala itu adalah ALLAH yakni Tuhan saya."
Raja Muzaffar : "Bukankah
fakta serigala itu memang begitu?" Tanya Sultan Muzaffar Shah heran.
Pemuda : "Tampaknya
dakwaan tuanku ini menunjukkan seorang yang mengenal ALLAH adalah kebohongan
belaka."
Raja Muzaffar : "Kenapa
kamu berkata begitu?"
Pemuda : "Sebab
orang yang sudah sempurna mengenal ALLAH pasti merindui untuk bertemu menemui
ALLAH."
Setelah 30 tahun baru hari ini hati Sultan Muzaffar Shah terpesona lagi ketika mendengar ungkapan 'bertemu menemui ALLAH' yang diucapkan oleh pemuda gembala itu. Dahulu hatinya pernah terpesona dengan ungkapan 'mengenal ALLAH'.
Sejurus itu juga Sultan Muzaffar Shah memerintahkan agar pasung kayu yang dikenakan pada pemuda gembala itu ditanggalkan.
Setelah 30 tahun baru hari ini hati Sultan Muzaffar Shah terpesona lagi ketika mendengar ungkapan 'bertemu menemui ALLAH' yang diucapkan oleh pemuda gembala itu. Dahulu hatinya pernah terpesona dengan ungkapan 'mengenal ALLAH'.
Sejurus itu juga Sultan Muzaffar Shah memerintahkan agar pasung kayu yang dikenakan pada pemuda gembala itu ditanggalkan.
Raja Muzaffar : "Lantas
apa utamanya 'bertemu' dibandingkan 'kenal'?" Tanya Sultan Muzaffar Shah.
Pemuda : "Apakah
Tuanku mengenali sifat-sifat Rasulullah?" Tanya pemuda gembala itu
tiba-tiba ...
Raja Muzaffar : "Ya,
Saya tahu akan sifat-sifat Rasulullah."
Pemuda : "Lantas
apa keinginan Tuanku terhadap Rasulullah?"
Raja Muzaffar : "Semestinyalah
Saya mau dan rindu untuk menemukannya karena beliau yaitu kekasih ALLAH!"
Pemuda : "Nah
begitulah, orang yang sempurna pengenalannya terhadap sesuatu pasti terbit rasa
ingin bertemu dengan sesuatu yang telah dikenalnya itu bukan hanya sekedar
berputar-putar didaerah 'mengenal' semata-mata."
Raja Muzaffar : Tiba-tiba
saja Sultan Muzaffar Shah berteriak keras dengan menyebut kata 'Allahu Akbaaar
...!.!.!'
sekuat-kuat hatinya lalu beliau jatuh pingsan tidak sadar diri. Segera setelah wajahnya disapukan dengan air dingin maka beliau kembali sadar.
Sultan Muzaffar Shah terus terisak sampai jubahnya dibasahi dengan air matanya. Baginda memuhassabah dirinya.
"Memang, memang selama ini saya mengenal ALLAH melalui ilmu hakikat tetapi tidak pernah hadir walau sekelumit rasa untuk bertemu denganNya.
Ternyata ilmu hakikat yang saya pegang selama ini juga salah sepertimana ilmu bunda dan ilmu Syeikh Abdullah" bisik hatinya.
Kemudian terlintas difikiran Sultan Muzaffar Shah untuk menanyakan pertanyaan lazimnya kepada pemuda gembala itu.
"Kalau begitu wahai orang muda, silakan jawab pertanyaan saya ini.
sekuat-kuat hatinya lalu beliau jatuh pingsan tidak sadar diri. Segera setelah wajahnya disapukan dengan air dingin maka beliau kembali sadar.
Sultan Muzaffar Shah terus terisak sampai jubahnya dibasahi dengan air matanya. Baginda memuhassabah dirinya.
"Memang, memang selama ini saya mengenal ALLAH melalui ilmu hakikat tetapi tidak pernah hadir walau sekelumit rasa untuk bertemu denganNya.
Ternyata ilmu hakikat yang saya pegang selama ini juga salah sepertimana ilmu bunda dan ilmu Syeikh Abdullah" bisik hatinya.
Kemudian terlintas difikiran Sultan Muzaffar Shah untuk menanyakan pertanyaan lazimnya kepada pemuda gembala itu.
"Kalau begitu wahai orang muda, silakan jawab pertanyaan saya ini.
Raja Muzaffar : dimana
ALLAH?"
Pemuda : (Dengan tenang pemuda gembala itu menjawab.) "ALLAH
berada dimana Dia berada sekarang."
"Kalau begitu, dimana ALLAH sekarang?"
Sekarang ALLAH berada dimana Dia berada dahulu. "
"Dimana ALLAH berada dahulu dan sekarang?"
"Dahulu dan sekarang Dia berada ditempat yang hanya Dia saja yang tahu."
"Dimana tempat itu?"
"Didalam pengetahuan ilmu ALLAH."
Sultan Muzaffar Shah terdiam sebentar sambil keningnya berkerut menatap jawaban yang diberi pemuda gembala itu. Kemudian baginda raja melanjutkan pertanyaannya lagi.
"Kalau begitu, dimana ALLAH sekarang?"
Sekarang ALLAH berada dimana Dia berada dahulu. "
"Dimana ALLAH berada dahulu dan sekarang?"
"Dahulu dan sekarang Dia berada ditempat yang hanya Dia saja yang tahu."
"Dimana tempat itu?"
"Didalam pengetahuan ilmu ALLAH."
Sultan Muzaffar Shah terdiam sebentar sambil keningnya berkerut menatap jawaban yang diberi pemuda gembala itu. Kemudian baginda raja melanjutkan pertanyaannya lagi.
Raja Muzaffar : "Bisakah manusia melihat ALLAH?"
Pemuda : "Kunci Zat-Nya tidak bisa dicapai dengan
pandangan mata kepala dan pandangan hati."
Raja Muzaffar : "Silahkan perjelaskan lagi wahai anak
muda." Minta Sultan Muzaffar Shah.
Pemuda : "Begini Tuanku, adapun jawaban yang
diberikan oleh Bunda Tuanku itu diatas dasar pertanyaan lazim yang Tuan
kuberikan itu adalah sebenarnya benar menurut tahapan akal Tuanku yang ketika
itu dinilai masih anak-anak.
Adapun jawaban yang diberikan oleh Syeikh Abdullah itu juga tepat jika dinilai dari sudut hukum akal ... Dan jawaban yang diberikan oleh Syeikh Tua itu juga tepat jika dinilai dari sudut pengamalan musyahadah terhadap ilmu hakikat.
Begitu jugalah dengan jawaban yang saya berikan juga benar jika dinilai dari sudut ilmu ma'rifat. Tiada yang salah cuma ilmu itu bertahap-tahap dan tuanku telah melalui tahapan-tahapan itu.
Dari tahapan jahil (ilmu bunda) ke tahapan umum (ilmu kalam) kemudian ke tahapan khusus (ilmu hakikat) dan terakhir ke tingkat khawasul Khawas (ilmu ma'rifat). "
Kemudian pemuda gembala itu terus menyambung kata-katanya,
"Jika ilmu hakikat itu jalan fana karena menilik ke Zat ALLAH maka ilmu ma'rifat pula jalan baqa (kekal) karena menilik terus ke Kunci Zat ALLAH. Maka jawaban bagi persoalan tuanku itu secara yang dapat saya simpulkan adalah Tiada yang tahu dimana ALLAH melainkan ALLAH dan tidak ada yang dapat melihat ALLAH melainkan diriNya sendiri. "
Adapun jawaban yang diberikan oleh Syeikh Abdullah itu juga tepat jika dinilai dari sudut hukum akal ... Dan jawaban yang diberikan oleh Syeikh Tua itu juga tepat jika dinilai dari sudut pengamalan musyahadah terhadap ilmu hakikat.
Begitu jugalah dengan jawaban yang saya berikan juga benar jika dinilai dari sudut ilmu ma'rifat. Tiada yang salah cuma ilmu itu bertahap-tahap dan tuanku telah melalui tahapan-tahapan itu.
Dari tahapan jahil (ilmu bunda) ke tahapan umum (ilmu kalam) kemudian ke tahapan khusus (ilmu hakikat) dan terakhir ke tingkat khawasul Khawas (ilmu ma'rifat). "
Kemudian pemuda gembala itu terus menyambung kata-katanya,
"Jika ilmu hakikat itu jalan fana karena menilik ke Zat ALLAH maka ilmu ma'rifat pula jalan baqa (kekal) karena menilik terus ke Kunci Zat ALLAH. Maka jawaban bagi persoalan tuanku itu secara yang dapat saya simpulkan adalah Tiada yang tahu dimana ALLAH melainkan ALLAH dan tidak ada yang dapat melihat ALLAH melainkan diriNya sendiri. "
Raja Muzaffar : Sultan Muzaffar Shah mengangguk-anggukkan
kepalanya tanda mengerti, "Jadi bagaimana sampai ke tingkat mengenal ALLAH
dengan sempurna sehingga terbit rasa ingin untuk menemui?"
Pemuda : "Jangan mengenal ALLAH dengan akal
sebaliknya mengenal ALLAH dengan ALLAH."
Raja Muzaffar : "Kemudian, apakah cara-caranya untuk
dapat bertemu dengan ALLAH?"
Pemuda : "Sebagaimana firman Allah yang artinya. ”Barangsiapa
mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amalan saleh
dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah kepadanya" dari
Surah Al-Kahfi ayat ke 110.
Mendengar penjelasan dari pemuda gembala itu hati Sultan Muzaffar Shah menjadi tenang dan akhirnya beliau diterima menjadi murid si pemuda gembala itu. Karena kesungguhan yang luarbiasa dalam mengerti ilmu ma'rifat maka beliau mahsyur terkenal sebagai seorang Sultan yang arifbillah lagi zuhud serta warak. Kemudian rakyatnya dibiarkan bebas untuk berpegang pada setiap paham pun asalkan ajarannya masihdidalam ruang lingkup yang mengikuti pegangan Ahlussunnah Wal Jamaah.Dan sekarang pada usia 70 tahun barulah Sultan Muzaffar Shah sadar dan mengerti bahwa untuk memahami tentang ALLAH maka seseorang harus melalui tahapan-tahapan tertentu sebelum seseorang itu layak dinobatkan sebagai arifbillah. Baginya samada ilmu kalam, ilmu hakikat atau ilmu ma'rifat maka semuanya adalah sama penting untuk dipelajari, dipahami, dimengerti bagi mewujudkan kesempurnaan untuk mencapai posisi insan kamil yang ma'rifatullah. Kini Sultan Muzaffar Shah sudah memahami bagaimana rasanya rindu kepada ALLAH dan bagaimana rasanya benar- benar tidak sabar untuk bertemu ALLAH. Sejak semalam mulutnya tidak henti-hentinya asyik mengucapkan kalimah Ismu Zat Allah, Allah, Allah dan kadang-kadang terlihat deruan air mata jernih mengalir perlahan dipipinya sewaktu dipembaringan. Perlahan-lahan pemuda gembala menghampiri Sultan Muzaffar Shah yang sejak 20 tahun lalu tinggal bersama dengannya dirumah usangnya lantas meletakkan kepala muridnya itu diribaan silanya dengan linangan air mata. Kini nafasnya mulai tersendat dan melihat itu, pemuda gembala merapatkan bibirnya ke telinga Sultan Muzaffar Shah lantas mentalqinkan baginda dengan kalimah tauhidan seraya diikuti beliau dengan senyuman. Sejurus kemudian Sultan Muzaffar Shah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Suasana menjadi hening, pemuda gembala menunduk saja dan sebentar kemudian dia berkata. "Alangkah beruntungnya dia, sekarang Tuanku benar-benar telah menemukan ALLAH dan dapat mengenalNya dengan sebenar-benar kenal. "Ya ... ALLAH masih belum layakkah untuk aku bertemu dengan, aku mencemburui Sultan Muzaffar Shah ini maka jemputlah aku menghadapMu."
Sebentar kemudian pemuda gembala itu pun turut rebah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tiba-tiba hujan pun turun seolah-oleh menangisi kepergian dua insan yang mulia akhlaknya itu
Mendengar penjelasan dari pemuda gembala itu hati Sultan Muzaffar Shah menjadi tenang dan akhirnya beliau diterima menjadi murid si pemuda gembala itu. Karena kesungguhan yang luarbiasa dalam mengerti ilmu ma'rifat maka beliau mahsyur terkenal sebagai seorang Sultan yang arifbillah lagi zuhud serta warak. Kemudian rakyatnya dibiarkan bebas untuk berpegang pada setiap paham pun asalkan ajarannya masihdidalam ruang lingkup yang mengikuti pegangan Ahlussunnah Wal Jamaah.Dan sekarang pada usia 70 tahun barulah Sultan Muzaffar Shah sadar dan mengerti bahwa untuk memahami tentang ALLAH maka seseorang harus melalui tahapan-tahapan tertentu sebelum seseorang itu layak dinobatkan sebagai arifbillah. Baginya samada ilmu kalam, ilmu hakikat atau ilmu ma'rifat maka semuanya adalah sama penting untuk dipelajari, dipahami, dimengerti bagi mewujudkan kesempurnaan untuk mencapai posisi insan kamil yang ma'rifatullah. Kini Sultan Muzaffar Shah sudah memahami bagaimana rasanya rindu kepada ALLAH dan bagaimana rasanya benar- benar tidak sabar untuk bertemu ALLAH. Sejak semalam mulutnya tidak henti-hentinya asyik mengucapkan kalimah Ismu Zat Allah, Allah, Allah dan kadang-kadang terlihat deruan air mata jernih mengalir perlahan dipipinya sewaktu dipembaringan. Perlahan-lahan pemuda gembala menghampiri Sultan Muzaffar Shah yang sejak 20 tahun lalu tinggal bersama dengannya dirumah usangnya lantas meletakkan kepala muridnya itu diribaan silanya dengan linangan air mata. Kini nafasnya mulai tersendat dan melihat itu, pemuda gembala merapatkan bibirnya ke telinga Sultan Muzaffar Shah lantas mentalqinkan baginda dengan kalimah tauhidan seraya diikuti beliau dengan senyuman. Sejurus kemudian Sultan Muzaffar Shah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Suasana menjadi hening, pemuda gembala menunduk saja dan sebentar kemudian dia berkata. "Alangkah beruntungnya dia, sekarang Tuanku benar-benar telah menemukan ALLAH dan dapat mengenalNya dengan sebenar-benar kenal. "Ya ... ALLAH masih belum layakkah untuk aku bertemu dengan, aku mencemburui Sultan Muzaffar Shah ini maka jemputlah aku menghadapMu."
Sebentar kemudian pemuda gembala itu pun turut rebah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tiba-tiba hujan pun turun seolah-oleh menangisi kepergian dua insan yang mulia akhlaknya itu
Demikianlah kisah cerita tentang kisah hikmah raja sultan
muzaffar shah, semoga dapat bertambah ilmu pengetahuan bagi kita semua,
Wallahu'alam bisshawab.
1. Sifat Wajib bagi Allah
20 sifat wajib Allah
1)
Wujud artinya Ada
2) Qidam artinya Dahulu
3) Baqa 'artinya Kekal
4) Mukhallafatu lil Hawaditsi artinya Berbeda dari Semua Makhluk
5)
Qiyamuhu Binafsihi
artinya Berdiri Sendiri
6)
Wahdaniyah artinya Esa
7)
Qudrat artinya Maha
Kuasa
8)
Iradat artinya
Berkehendak
9)
Ilmu Maha Mengetahui
10) Hayat artinya Hidup
11) Sama 'artinya Mendengar
12) Bashar artinya Melihat
13) Kalam artinya Berfirman
14) Qadiran artinya Mahakuasa
15) Muridan artinya Maha Berkehendak
16) 'Aliman artinya Maha Mengetahui
17) Hayyan artinya Mahahidup
18) Sami'an artinya Maha Mendengar
19) Bashiran artinya Maha Melihat
20) Mutakalliman artinya Maha Berkata-kata
2. Sifat Mustahil Bagi Allah swt.
Sifat
mustahil bagi Allah swt. adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada
pada Allah swt. Sifat-sifat mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat wajib
bagi Allah sehingga jumlahnya sama.
Sifat-sifat
mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut.
1)
'Adam artinya tidak ada
2)
Huduts artinya baru atau
awal
3)
Fana artinya binasa atau
rusak
4)
Mumatsalatu lil
Hawaditsi artinya menyerupai yang baru
5)
Ihtiyaju li ghairihi
artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya
6)
Ta'adud artinya multi
lebih dari satu
7)
'Ajzun artinya lemah
8)
Karahah artinya terpaksa
9)
Jahlun artinya bodoh
10) Mautun artinya mati
11) Shamamun artinya tuli
12) 'Umyun artinya buta
13) bukmun artinya bisu
14) 'Ajizan artinya Mahalemah
15) Mukrahan artinya Maha terpaksa
16) Jahilan artinya Mahabodoh
17) Mayyitan artinya Mahamati
18) Ashamma artinya Mahatuli
19) A'ma artinya Mahabuta
20) Abkama artinya Mahabisu
3. Sifat Jaiz bagi ALLAH:
Sifat yang bisa ada / terjadi bagi
ALLAH atau tidak.
ALLAH bebas berkehendak apapun yang
terjadi terhadap semua Makhluk-NYA, termasuk bagi Manusia, Hewan,
Tumbuh-tumbuhan, Host dan yang lainnya.
Yang semua itu kita tidak akan
"mampu mencerna" arti, makna dan hikmah-NYA "hanya dengan
mengandalkan kemampuan otak / logika saja, namun harus dengan kebersihan hati
dan jiwa. Misalnya adanya kisah sebatang pohon kurma yang menangis saat di
pindahkan oleh Rasulullah Saw, yang sebelumnya ia pakai tuk bersandar saat
khutbah di hadapan keluarga, para sahabat dan Ummat nya kala itu, hanya
Rasulullah Saw dan para sahabat terpilih yang mampu "mendengar jerit
tangis pohon kurma "tersebut yang berada di sekitar Masjid Nabawi, atas
seizin dan kemahakuasaan ILMU-NYA ALLAH.
Allahumma sholli 'alaa sayyidina
Muhhammadinin nabiyyil ummiyi wa' alaa aalihi bi'adadi 'ilmik
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR.
Muslim no. 1893).
semoga bermanfaat
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar