ILMU HATI (ILMU TAREKAT)
Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:
...اَلاَوَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia
telah baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah
sekalian badan. Dan bila ia rusak maka binasalah sekalian badan, itulah yang
dikatakan hati”.
Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah disebabkan berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah:
فِى
قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus, pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka sambungan ayat mengatakan:
فَزَادَهُمُ
اللهُ مَرَضًا
“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya,
maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama
bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana
firman Allah:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ
“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat
Tuhan-Nya, maka didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada manusia:
1. Kewajiban Mensucikan Hati
Di dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan
bahwa orang-orang yang telah mensucikan hatinya sesungguhnya telah memperoleh
keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul beberapa pertanyaan:
- Apa
yang dimaksud dengan hati yang bersih?
- Bagaimana
cara membersihkan hati?
- Mengapa
orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?
- Apa
keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?
Menurut Syekh Muda ahmad Arifin yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu
tidak ada di dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang disebut
hatinya bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah. Itulah
sebabnya para sufi berkata:
قَلْبُ
الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ
“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua, bagaimana
cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin satu-satunya cara
membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim
disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu
tarekat. Menurutnya tujuan mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah,
sebab hati merupakan sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat
menyaksikan-Nya sebagaimana firman Allah:
مَاكَذَبَ
الْفُؤَادُ مَارَآى
“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah.
Apabila kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan
mengingat Allah merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana
Hadis Nabi:
لِكُلِّ
شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati
yaitu mengingat Allah”.
Ketiga, mengapa
orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung? Menurut Syekh Ahmad
Arifin penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah mensucikan hatinya
sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya
orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut
al-Ghazali hati manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap
cahaya ghaib (Allah) apabila tida tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat
mengenal Allah dan merekalah yang disebut sebagai orang-orang yang beruntung.
Keempat, apa
keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya? Menurut
Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah
mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah
berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah
orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang
dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya adalah orang-orang
yang merugi, karena sesungguhnya orang-orang yang hatinya kotor tidak akan
pernah dapat mengenal Tuhannya.
2. Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat
mengingat Allah kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat
mengenal-Nya kalau kita belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa
dengan Allah tanpa terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang
yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi memerinthakan kepada kita
agar menyertakan diri kepada orang yang telah serta Allah sebagaimana sabda
Nabi:
كُنْ
مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ
فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta
Allah maka sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan
mengenalkan kamu kepada Allah”.
Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari
guru (wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya.
Setelah manusia itu dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah
mengingat Tuhan-Nya.
3. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan
kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya
sebagaimana firman Allah:
اِنَّنِى
أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan
15 yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk mengetahui secara jelas persamaan
makna yang terdapat pada kedua ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat
perkalimat pada surat Thaha ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la
ayat 14.
Pertama, pada
bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini
Allah”. Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah
kita ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada
surat Thaha tersebut senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat
14: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Makna
beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang
yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis
lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki
kaitan di mana ayat yang satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada
surah Thaha Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat
tersebut mengintruksikan kepada manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada
surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang
mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang
dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang
yang beruntung. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa firman
Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya mengindikasikan bahwa kewajiban pertama
bagi manusia adalah terlebih dahulu mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal
Tuhannya.
Kedua, pada
bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain
Aku”. Bila kita analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui
bahwa maksud yang terkandung di dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya,
sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna tidak
ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat
15: “Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas
dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat
Tuhannya.
Ketiga, pada
bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas
bahwa printah sembah datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk
mengenal dan mengingatnya. Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan
mendirikan shalat yang tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah
tersebut senada dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Maka
dirikanlah shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua
ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban
ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh
perhatian besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai
kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah shalat itu diterima setelah
terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad sebelum ia menghadap
Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad
tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu sebelum
Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya,
agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur
itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah
al-Isra’ ayat 1 Allah menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci
dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan
hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad
Arifin pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan
pengenalan kepada Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at.
Praktik bai’atyang diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril
diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut
dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang
diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang
dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah
muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka
gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah
tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang
hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi
Allah maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi
bersabda:
اَلْعِلْمُ
عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati
itu jauh lebih bermanfaat”.
Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi
yang menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya
secara tegas menyatakan keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Menurut Syekh Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau
mempelajari ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu
menurutnya mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang mereka sembah dan
sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ
لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat
Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya,
yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun
kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka
menganggap bahwa amal ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena
merasa bahwa tauhid mereka telah sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada
dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi
Allah adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan mempelajari
ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi sesungguhnya orang-orang yang
tidak mempelajari ilmu hati adalah orang-orang yang bertauhid di sisi manusia
tetapi sesungguhnya kafir di sisi Allah, sebab tauhid mereka hanya di lidah,
namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan
mengucap dua kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan
beriman di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah
sebatas percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau
tidak mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang
mengabaikan tauhid.
Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu
hati (ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya
adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
TUNTUNAN BERZIKIR
1.
Dzikir Syariat : “La
Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk kedalam hati
sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf
yg sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh
para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap
makhlukNYA di muka bumi.
2.
Dzikir Tarekat :
“ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan pengosongan
pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat
& menciptakan alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan
kaget & takut oleh fenomena tersebut karena para jin syetan selalu
mengintai anda tetapi berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang
Beriman dgn ayat & doa : audzu billahi minas syathanir rajim…………… La ilaha
illallah anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN
HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara,
Maha Melindungi lagi Maha Menjaga Hambanya yg beriman).
3.
Dzikir Hakikat :
“HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan fana (hampa)
melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut
tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini
adalah metode pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin &
yang ini adalah penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan
kesemuanya itu benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi
kekuatan manusia secara lahiriah & bathiniah serta secara hakikat
dzikir”HU” sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya
nafas yg sangat berharga pada manusia.
4. Dzikir Ma’rifat : ” HU”AH”-”HU”AH”-HU”AH” atau
HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya bunyi dzikir ini sudah perpaduan
antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut dilantunkan dalam hati saja
dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar nafas, pada para sufi (wali
Allah) ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang sangat
luas faedah hidayahnya & karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir
rahasia2 Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.
5.
KENALI JASAD, JIWA, RUH DAN HATI ANDA
Pada umumnya
orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri dari jasad dan ruh. Mereka
tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri dari tiga unsur , iaitu:
Jasad, Jiwa dan
Ruh.
Ini dapat dibuktikan dalam firman
Allah Taala surah Shaad (38:71-73) yang bermaksud:
Ingatlah ketika
Tuhan MU berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia
dari tanah. Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadiannya, maka Ku tiupkan
kepadanya Ruh Ku. Maka hendaklah kamu tunduk bersujud kepadanya. Lalu seluruh
malaikat itu bersujud semuannya.
Pada ayat yang
lain pula, Allah menjelaskan tentang penciptaan jiwa (nafs). Surah Asy Syams
(91:7-10) . Firmanya yang bermaksud:
Dan demi nafs
(jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan kepada nafs itu jalan
ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya
dan sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Selain itu, Allah
juga berfirman dalam Al Quran tentang proses kejadian jasad (jisim). Surah Al
Mukminun (23:12-14):
Dan sesungguhnya Kami
telah menciptkan manusia dari saripati dari tanah, Kemudian jadilahlah saripati
itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-tulang
ini Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk
lain, maka maha suci Allah. Pencipta yang paling baik.
Jasad
Jasad atau jisim
adalah angggota tubuh manusia terdiri dari mata, mulut, telinga, tangan, kaki
dan lain-lain. Ia dijadikan dari tanah liat yang termasuk dalam derejat paling
rendah. Keadaannya dan sifatnya dapat mecium, meraba, melihat. Dari jasad ini
timbullah kecenderungan dan keinginan yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan
dalam Al Quran Surat Ali Imran, yang bermaksud:
Dijadikan indah
pada pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa yang dingininya (syahwat)
iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatan ternakan dan sawah ladang, Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat sebaik-baik kembali.
Jiwa (Nafs)
Kebanyakan orang
mengaitkannya dengan diri manusia atau jiwa. Padahal ianya berkaitan dengan
derejat atau kedudukan manusia yang paling rendah dan yang paling tinggi. Jiwa
ini memiliki dua jalan iaitu:
1.
Menuju hawa nafsu
(nafs sebagai hawa nafsu)
2.
Menuju hakikat
manusia (nafs sebagai diri manusia)
Hawa nafsu. Hawa
nafsu lebih cenderung kepada sifat-sifat tercela, yang menyesatkan dan
menjauhkan dari Allah. Sebagaimana Allah Taala berfirman surah (Shaad :26) yang
bermaksud:
..... dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah
Kaitan hati dan
hawa nafsu.
Hati memainkan
peranan yang sangat penting dalam diri manusia ia menjadi sasaran utama kepada
Syaitan. Syaitan sedaya upaya menutupi hati manusia dari menerima Nur llahi.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang bermaksud:
Jikalau tidak
kerana syaitan-syaitan itu menutupi hati anak Adam, pasti mereka boleh milihat
kerajaan langit Allah
Cara syaitan
menutupi hati manusia itu dengan cara –cara tertentu iaitu dengan menghidupkan
hawa nafsu tercela dan yang membawa ke arah maksiat. Semuanya sudah tersedia
berada adalam diri manusia, ianya dikenali dengan nafsu ammarah bissu, nafsu
sawiyah dan nafsu lawammah..
Para ahli
tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis) memasuki hati manusia melalui
sembilan lubang anggota manusia iaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, kedua
lubang kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia bukan buta biji matanya tetapi
buta hatinya sebagaimana bukti yang dijelaskan dalam Firman Allah dalam surah
(Al Hajj :46) bermaksud:
Kerana
sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.
Mereka juga
mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan atau tidak memahami tentang
hakikat perintah Allah SWT. Kejahilan yang tidak segera diubati akan menjadi
semakin bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah (Al Baqarah:2-9) yang
bermaksud:
Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka yang menipu diri
sendiri, sedangkan mereka tidak menyedarinya.
Demikian
bahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaitan melalui hawa nafsu manusia.
Sehingga Rasulullah pernah berpesan setelah kembali dari perang Badar. Beliau
bersabda :
Musuhmu
yangterbesar adalah nafsymu yang berada di antara kedua lambungmu (Riwayat
Al-Baihaki)
Jihad yang paling
utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya.(Riwayat Abnu
An-Najari)
Diri Manusia
Nafs atau jiwa
sebagai diri manusia adalah suatu yang paling berharga kerana ia berkaitan
dengan nilai hidup manusia dan nafs yang diberi rahmat dan redha oleh Allah.
Sebagaimana firmannya dalam surah (Al-Fajr : 27-30 ) yang bermaksud:
Hai jiwa yang
tenang (Nafsu Mutmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang
lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, masuklah ke
dalam syurgaKu.
Dan lagi dalam surah (Yusuf: 53) yang
bermaksud:
Dan aku tidak membebaskan diriku dari
kesalahan, kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh ke arah kejahatan,
kecuali nafsu yang beri rahmat oleh Tuhanku.
Berkaitan dengan sabda Rasulullah yang
berbunyi:
Barang siapa yang mengenal dirinya ,
maka ia mengenal Tuhannya.
Hadis ini menyatakan syarat untuk
mengenal Allah adalah mengenal diri. Diri atau nafs di sini adalah nafs
mutmainnah iaitu nafsu yang tidak terpengaruh oleh goncangan hawa nafsu dan
syahwat.
Setiap manusia mempunyai nafs yang
berbeza. Ada nafs yang menuju jalan cahaya ada nafs yang menuju jalan
kegelapan.
Bagi nafs yang menuju kegelapan atau
nafs tercela yang tidak sempurna ketenangannya terutama ketika lupa kepada
Allah disebut nafsu lawammah. Firman Allah Taala dalam surah
(Al Qiyammah:2) yang bermaksud:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang
amat tercela (nafsu lawammah)
Nafsu ini hanya dapat dikenali dan
disaksikan dengan kemampuan tertentu manusia iaitu dengan pancaran batin.
Sebagaimana firman Allah dalam surah (Al-Araaf:26) yang bermaksud:
Pakaian taqwa yang menjaga mu dari
kejahatan itu adalah yang paling baik.
Ruh
Ruh mempunyai dua arah pengertian
iaitu :
a. Sebagai nyawa
b. Sebagai suatu yang halus dari menusia
(pemberi cahaya kepada jiwa)
Ruh sebagai nyawa kepada jasad atau
tubuh . Ia ibarat sebuah lampu yang menerangi ruang. Ruh adalah lampu, ruang
adalah sebagai tubuh. Jika lampu
menyala maka ruangan menajdi terang. Jadi tubuh kita ini boleh hidup kerana ada
ruh (nyawa)
Manakala dalam
pengertian yang kedua, Ruh sebagai sesuatu yang merasa, mengerti dan mengetahui.
Hal ini sangat berhubung dengan hati yang halus atau hati ruhaniyyah yang
disebut sebagai Latifah Rabaniyyah (hati erti kedua)
Dalam Al-Quran
kata ruh disebut dengan sebutan Ruhul Amin, Ruhul Awwal dan Ruhul Qudsiyah.
Ruhul Amin yang
bermaksud adalah malaikat Jibrail. Firman Allah dalam surah (Asy-Syu’
araa:192-193) yang bermaksud:
Dan sesungguhnya Al- Quran ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa oleh Ar Ruh Al –Amin
(Jibrail)
Ruhul Awwal yang bermaksud nyawa atau
sukma bagi tubuh manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surah (As-Sajdah:9)
yang bermaksud:
Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan kedalam tubuhnya ruh Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati , tetapi kamu sedikit sekali bersyukur
Ruh Qudsiyah yang bermaksud ruh yang
datang dari Allah (bukan Jibrail), tetapi yang menjdi penunjuk dan pengkhabar
gembira bagi orang-orang beriman. Ini adalah ruh yang disucikan dihadirat
Allah. Ia bercahaya apabila nafsu mutmainnah telah sempurna.
Hati
Hati merupakan
raja bagi seluruh diri manusia dan tubuh. Perilaku dan perangai seseorang
merupakan cerminan hatinya. Dari hati inilah pintu dan jalan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Allah.Dengan demikian untuk mengenal diri
harus dimulai dengan mengenal hati sendiri.
Hati mempunyai dua pengertian:
1.
Hati jasmani iaitu sepotong daging yang terl;etak di dada sebelsah kiri,
hati jenis ini haiwan pun memilinya.
2.
Hati Ruhaniyyah
iaitu sesuatu yang halus. Hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dierpinta
dituntut. Dinalai juga dengan Latifah Rabaniyyah.
Hati Ruhaniyyah
inilah merupakan tempat iman dan tempat mengenal diri . Sebagaimana firma Allah
dalam surah (Ar-Ra’d:28) yang bermaksud:
Iaitu orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tanang dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenang.
Hadis qudsi yang
bermaksud:
Tidak akan cukup
menaggung untuk Ku bumi dan langitKU tetapi cukup bagiKu hanyalah hati (qalb)
hambaKu yang nukamin (Riwayat Ad Darimi)
Nafsu Mutmainnah
Bila hati manusia
jauh dari goncangan yang disebabkan bisikan syaitan, hawa nafsu dan syahwat ,
maka ia disebut nafs Mutmainnah, Apabila ia tunduk dan redha kepada Allah
sepenuhnya, maka ia disebut nafs mardhiyyah (nafs yang redha)
Namun jika
manusia membiarkan hatinya berada dalam pengaruh hawa nafsu dan syahwat, maka
ia akan menjadi orang yang tersesat, lama kelamaan tergelicir dan dimurkai
Allah, Sebagaimana Firman Allah dalam surah (Jaastsiyah:23) yang bermaksud:
Maka pernahkan
kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu Nya dan Allah telah mengunci mata pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu
tidak mengambil iktibarnya.
Ingat hawa nafsu
dan syahwat bukan dibunuh atau dihilangkan, tetapi dikawal oleh nafsu
mutmainnah. Di mana ada saatnya hawa nafsu ini perlu dikeluarkan. Sebagaimana
firma Allah dalam surah (An Nazi’at:40-41) yang bermaksud:
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan manahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
Nah, jika hati
kita telah diselubungi oleh nafsu mutmainnah, maka nafsu mutmainnah inmi menajdfi
imam (penunjuk) bagi selruh tubuh dan dirinya, sseeunggunya nafsu mutmainnah
inilah disebit-sebut sebagai jati diri manusia (hakikat dari manusia). Allah
berfirma dalam surah (Al Araaf:172) yang bermaksud:
Dan Ingatlah,
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ”Bukakankan
Aku ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan engkau Tuhan kami, kami menjadi
saksi”. Kami lakukan demikaian agar di hari akhirat kelak kamu tidak
mengatakan: sesunggunya kami adalah oran-orang lalai terhadap keesaaaan Mu.
Jika hati yang
sakit, maka lupa terhadap perjanjian kita dengan Allah yang pernah diucapkan
seperti dalam surah Al Araaf ayat 172 di atas.
Tapi di antara
sekian banyak manusia, ada yang yang berjaya menyihatkan kembali jiwanya (nafsu
mutmainnah). Apabila jiwa kita telah hidup, bercahaya, sihat kembali, maka jiwa
ini akan dapat melihat kerajaan langit Allah. Dalam hal ini bila Ruhul Qudsiyah
telah menyala dan bersinar , maka jadilah hatinya rumah Allah , orang-orang
yang berjaya ini disebut Ahli Al- Bait. Sebagiamana firman Allah dalam surah
(Ali Imran:164) yang bermaksud:
Sesunggunya Allah
telah memeberi kurnia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihakan jiwa mereka dan mengajarakan
mereka al kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka adalagh
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Lagi, sabda
Rasulullah yang bermaksud:
Hati oarmg-orang
beriman adalah Baitullah (Rumah Allah)
Jadi, Ruhul
qudsiyah adalah kenyataan Allah dalam diri manusia. Allah Taala adalah sumber
cahaya langit dan bumi dan ruhul qudsiyah adalah sunber cahaya yang ada dalam
hati yang digambarkan sebagai pelita, Sebagaimana firmanNya dalam surah (An
Nuur:35) yang bermaksud:
...Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah seperti
sebuah lubang yang tak tertimbus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita ini
di dalam kaca dan kaca ini seakan-akan bintang yang memantulkan cahaya seperti
mutiara.
SUMBER
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar