Sholat Lima Waktu harus Dikerjakan pada Waktunya
Sabtu, 31 Desember 2016
Jumat, 30 Desember 2016
BELAJAR MENGHARGAI DARI SEEKOR ANJING
BELAJAR MENGHARGAI DARI SEEKOR ANJING
Ucapan Anjing Hitam Yang Menyayat Hati
ᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜᵜ
Pada
suatu hari, Syeikh Abu Yazid al-Busthami sedang menyusuri sebuah jalan
sendirian. Tak seorang santri pun diajaknya. Ia memang sedang menuruti kemauan
langkah kakinya berpijak; tak tahu ke mana arah tujuan dengan pasti. Maka
dengan enjoynya ia berjalan di jalan yang lengang nan sepi.

Tiba-tiba
dari arah depan ada seekor anjing hitam berlari-lari. Syeikh Abu Yazid
al-Busthami merasa tenang-tenang saja, tak terpikirkan bahwa anjing itu akan
mendekatnya. Ternyata anjing-anjing itu sudah mendekat di sampingnya.
Secara
spontanitas Syeikh Abu Yazid al-Busthami pun segera mengangkat jubah
kebesarannya. Tindakan tadi begitu cepatnya dan tidak jelas apakah karena
merasa khawatir jangan-jangan nanti bersentuhan dengan anjing yang liurnya
najis.
Tapi,
betapa kagetnya Syeikh Abu Yazid al-Busthami begitu ia mendengar anjing hitam
yang di dekatnya tadi memprotes: “Tubuhku kering dan aku tidak melakukan
kesalahan apa-apa!”

Mendengar
suara anjing hitam seperti itu, Syeikh Abu Yazid al-Busthami masih terbengong:
“Benarkah ia bicara padanya? Ataukah itu hanya perasaan dan ilusinya semata?”
Syeikh Abu Yazid al-Busthami masih terdiam dengan renungan-renungannya.
Belum
sempat bicara, anjing hitam itu meneruskan celotehnya: “Seandainya tubuhku
basah, engkau cukup menyucinya dengan air yang bercampur tanah tujuh kali, maka
selesailah persoalan di antara kita. Tetapi apabila engkau menyingsingkan jubah
sebagai seorang Parsi (kesombonganmu), dirimu tidak akan menjadi bersih walau
engkau membasuhnya dengan tujuh samudera sekalipun!”
Setelah
yakin bahwa suara tadi benar-benar suara anjing hitam yang ada di dekatnya itu,
Syeikh Abu Yazid al-Busthami pun menyadari kekhilafannya. Secara spontan pula,
ia bisa merasakan kekecewaan dan keluh kesah si anjing hitam yang merasa
terhina. Ia juga menyadari bahwa telah melakukan kesalahan besar. Ia telah
menghina sesama makhluk Tuhan tanpa alasan yang jelas.
“Ya,
engkau benar anjing hitam. Engkau memang kotor secara lahiriah, tetapi aku
kotor secara batiniah. Karena itu, marilah kita berteman dan bersama-sama
berusaha agar kita berdua menjadi bersih.” kata Syeikh Abu Yazid al-Busthami.
Ungkapan
Syeikh Abu Yazid al-Busthami tadi tentu saja merupakan ungkapan rayuan agar si
anjing hitam itu mau memaafkan kesalahannya. Jikalau binatang tadi mau berteman
dengannya, tentu dengan suka rela ia mau memaafkan kesalahannya itu.
“Engkau
tidak pantas untuk berjalan bersama-sama denganku dan menjadi sahabatku! Sebab,
semua orang menolak kehadiranku dan menyambut kehadiranmu. Siapa pun yang
bertemu denganku akan melempariku dengan batu. Tetapi siapa pun yang bertemu
denganmu akan menyambutmu bagaikan raja. Aku tidak pernah menyimpan sepotong
tulang pun, tetapi engkau memiliki sekarung gandum untuk makanan esok hari!”
kata si anjing hitam.
Syeikh
Abu Yazid al-Busthami masih termenung dengan kesalahannya. Setelah dilihatnya,
ternyata si anjing hitam telah meninggalkannya sendirian di jalanan yang sepi
itu. Si anjing hitam telah pergi dengan bekas ucapannya yang menyayat hati
Syeikh Abu Yazid al-Busthami.
“Ya
Allah, aku tidak pantas bersahabat dan berjalan bersama seekor anjing milikMu.
Lantas, bagaimana aku dapat berjalan bersamaMu yang abadi dan kekal? Maha Besar
Allah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara makhlukMu
yang terhina di antara semuanya.” seru Syeikh Abu Yazid al-Busthami.
Kemudian,
dengan langkah yang sempoyongan Syeikh Abu Yazid al-Busthami pun meneruskan
perjalanannya. Ia melangkahkan kakinya menuju ke pesantrennya. Ia sudah rindu
kepada para santri yang telah menunggu pengajarannya.
Keunikan
dan kenylenehan Syeikh Abu Yazid al-Busthami memang sudah terlihat sejak dulu.
Kepada para santrinya, beliau tidak selalu mengajarkan di pesantrennya saja,
tetapi juga diajak merespon secara langsung untuk membaca ayat-ayat alam yang
tergelar di alam semesta ini. Banyak pelajaran yang didapat para santri dari
Syeikh Abu Yazid al-Busthami; baik pembelajaran secara teoritis maupun praktis
dalam hubungannya dengan ketuhanan.
Suatu
hari, Syeikh Abu Yazid al-Busthami sedang mengajak berjalan-jalan dengan
beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah
yang berlawanan datanglah seekor anjing. Setelah diamati secara seksama,
ternyata ia bukanlah anjing hitam yang dulu pernah memprotesnya. Ia anjing
kuning yang lebih jelek dari anjing hitam. Begitu melihat si anjing kuning tadi
terlihat tergesa-gesa, maka Syeikh Abu Yazid al-Busthami segera saja mengomando
kepada para muridnya agar memberi jalan kepada anjing kuning itu.
“Hai
murid-muridku, semuanya minggirlah. Jangan ada yang mengganggu anjing kuning
yang mau lewat itu! Berilah dia jalan, karena sesungguhnya ia ada suatu
keperluan yang penting hingga ia berlari dengan tergesa-gesa,” kata Syeikh Abu
Yazid al-Busthami kepada para muridnya.
Para
muridnya pun tunduk-patuh kepada perintah Syeikh Abu Yazid al-Busthami. Setelah
itu, si anjing kuning melewati di depan Syeikh Abu Yazid al-Busthami dan para
santrinya dengan tenang, tidak merasa terganggu.
Secara
sepintas, si anjing kuning memberikan hormatnya kepada Syeikh Abu Yazid al-Busthami
dengan menganggukkan kepalanya sebagai ungkapan rasa terima kasih. Maklum,
jalanan yang sedang dilewati itu memang sangat sempit, sehingga harus ada yang
mengalah salah satu; rombongan Syeikh Abu Yazid al-Busthami ataukah si anjing
kuning.
Si
anjing kuning telah berlalu. Tetapi rupanya ada salah seorang murid Syeikh Abu
Yazid al-Busthami yang memprotes tindakan gurunya dan berkata: “Allah Yang Maha
Besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhlukNya. Sementara,
Guru adalah raja di antara kaum sufi, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu
beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing jelek
tadi. Apakah pantas perbuatan seperti itu?”

Syeikh
Abu Yazid al-Busthami menjawab: “Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah
berkata kepadaku: “Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian dulu
sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan
sebagai raja di antara para sufi?” Begitulah yang sampai ke dalam pikiranku dan
karena itulah aku memberikan jalan kepadanya.”
Mendengar
penjelasan gurunya itu, para murid pun manggut-manggut. Itu merupakan pertanda
bahwa mereka paham mengapa guru mereka berlaku demikian. Semuanya diam membisu.
Mereka tidak ada yang berani membantah lagi. Akhirnya mereka pun meneruskan
perjalanannya.


APLIKASI RAPOR KTSP SEKOLAH DASAR (SD) CETAK OTOMATIS
APLIKASI RAPOR KTSP SEKOLAH DASAR (SD) CETAK OTOMATIS
KENALILAH DIRIMU
Carilah Satu Mahluk Yang Lebih Hina Dari Dirimu
Subhanallah Selembar Cerita yang Mampu Meneteskan Air
Mata
Langganan:
Postingan (Atom)